Ragam serangan dalam pemilu 2024 dan makin tampaknya ilusi pada sistem Demokrasi
Oleh : Dr. Zawil Huda, SH, MA
Ternyata, secara de facto, bukan cuma pada ranah perang senjata saja yang ada istilah seni perang, dan variasi jenis serangan untuk bisa menang. Dalam pemilu juga terdapat berbagai jenis serangan untuk bisa duduk dikursi kekuasaan. Baik itu di parlemen ataupun di wilayah eksekutip, seperti presiden, gubernur, bupati dan walikota.
Jika dalam perang fisik ada senjata dan alutsista klasik dan modern, maka dalam pemilu juga ada bentuk senjata kompanye klasik dan ada senjata kompanye modern. Ada manual dan juga ada digital. Ada yang dinamakan serangan sporadis, zigzag, dan adapula serangan umum.
Maka jika melihat fenomena pemilu dalam dasawarsa terakhir ini, akan terlihat dan terasa betul betapa masifnya dan canggihnya ragam serangan untuk menaklukkan hati konstituen atau calon pemilih.
Hal ini pasti berlaku diseluruh dunia. Bukan saja di indonesia tentunya.
Menyikapi perkembangan itu, maka terus dibuat upaya serius dengan membuat undang undang serta regulasi untuk meminimalisir kecurangan dalam tiap pemilu.
Namun tetap saja ada kecurangan dalam pemilu. Kenapa ? Sebab sebenarnya, manusia itu lebih sulit diatur daripada binatang liar sekalipun. Karena manusia dengan otaknya yang cerdas akan Punya sejuta cara untuk bisa licik, lihai dan jahat.
Menyesal belum terlambat
Mungkin sekarang ini kita baru merasa menyesal kepada bentuk sistem Pemilu langsung atau yang langsung dipilih oleh semua rakyat jelata usia 17 tahun ke atas. Termasuk orang gila odgj dan napi di lapas.
Kenapa odgj dan napi juga ikut memilih ? Aneh sekali. Tapi sudah memang dasarnya kita berada di era zaman edan. Karena itu orang- orang hanya dingin dalam menyikapinya. Seakan semua sedang berjalan normal saja. Padahal banyak hal yang sangat ganjil menurut orang yang sehat akalnya. Tentu bukan menurut kaum otak dungu, seperti kata bung Rocky gerung.
Ataukah memang sudah berlaku sekarang ini ramalam mbah Ronggo warsito sang sastrawan nyentrik itu, bahwa pada zaman edan nantinya, maka yang normal adalah orang edan. Karena itu kita harus ikut- ikutan untuk edan. Kalau tidak ikut edan, maka kita kehilangan bagian.
Padahal sebenarnya hati kita merasakan betul bahwa sedang ada bau yang aneh bin ganjil. Dimana baunya sudah sangat menyengat. Teramat busuk. Busuk sekali. Tapi kenapa rakyat seakan diam. Ataurakyat sedang bergerak diam- diam ? Sulit untuk menyimpulkannya.
Zaman edan
Coba pikirkan. Di negara mana ada orang gila masih bisa diikutkan untuk memilih orang yang sehat akal ? Demikian juga Para napipun ikut memilih di pemilu. Masa kaum penjahat secara pidana, namun masih punya hak ikut pemilu. Ini sehat atau dungu ?
Waduh. Memang mungkin sudah zaman edan.
Tapi itulah bagian dari dramaturgi, sebagai episode dari orkestra ilusi pada sistem demokrasi. Namun bagaimana lagi ?
Ya sudah, akhirnya selamat pada rakyat yang 270 jiwa ini untuk menikmati akting seni level tinggi, pada sinetron lima tahunan bernama budaya tipu- tipu demokrasi.
Benarkah demokrasi hanya khayalan atau tipuan ilusi ?
Kebebasan sejati itu tidak akan pernah terwujud dalam sistem demokrasi. Karena dia hanya alat bagi kaum elit untuk memperbudak rakyat kecil.
Karena semua sistemnya dan mekanismenya sudah direkayasa. Contoh, Anda bebas memilih. Katanya. Namun Itulah bagian halus dari ilusi itu. Kenapa ? Karena anda hanya dibatasi dan hanya bisa memilih orang atau calon yang telah disediakan partai- partai itu. Tidak bisa di luar itu. Bukankah demikian ?
Nah siapa yang buat aturan itu ?
Jadi pilihanmu hanya terbatas pada orangnya pilihan partai partai yang notabene milik kaum elit itu bukan. Jelas bukan orang atau bukan calon yang engkau inginkan dengan hati dan akalmu. Jadi anda tidak benar sebagai orang bebas. Hanya ilusi saja. Tipu- tipu saja.
Bukti paling nyata lihat kepada sistem elektoral treshold 20 persen untuk mencalonkan presiden. Aturan itu betul betul sebuah penjara dan benteng kekuasaan mereka yang terus saja membatasi pilihanmu. Memang hanya tipuan nyata. Anda saja yang tidak melek akal sehat dari dulu sampai kini. He he.
Bukan. Bukan begitu maksudnya. Anda cerdas sebenarnya. Hanya dibodohi saja. Sekarang sadarlah dari tidur panjangmu.
Siapa saja mereka yang punya partai politik itu ? Dan siapa pemodalnya ?
Pastilah mereka itu para orang kaya dan para Kaum elit yang menguasai 80 persen aset bangsa ini. Dan rakyat hanya sekedar komoditas di mata mereka. Partai partai itu hampir semua dibawah kendali mereka.
Jika mereka para calon dan partai tersebut berhasil menang, maka biasanya, mereka hanyalah sekedar aktor panggung di depan di altar kekuasaan elit elit tersebut.
Adapun di balik layar, yang berkuasa sesungguhnya adalah pemerintah bayangan itu (shadow goverment). Istilahnya dia- dia juga. Mereka- mereka lagi. Waduh.
Itulah yang disebut dengan gurita kaum elitis itu. Atau mereka yang disebut dengan istilah naga -naga, cukong, corporasi, pemodal, atau kelompok oligarkhi.
Jadi negara ini bukan lagi kedaulatannya ditangan rakyat secara hakekatnya. Tapi yang berdaulat itu sejatinya adalah para pengusaha raksasa.
Adapun penguasa formal yang tampak dipermukaan tersebut, sering hanya sebagai alat mereka saja untuk menekan rakyat wong cilik.
Duet antara penguasa dengan pengusaha tersebut adalah kolaborasi musik penjajahan gaya baru dan simponi maut bagi rakyat.
Bagaimana nasibmu negeriku ?
Jika begitu maka bagaimana lagi nasib negeri ini ke depannya ?
Jawabnya, ya sangat mencemaskan dan sangat mengerikan bagi pandangan warga negara yang belum terkena bius perbudakan global dan bagi rakyat yang tidak termakan ilusi demokrasi.
Salah sendiri. Kenapa anda telah berani seakan telah menuhankan demokrasi untuk perbaikan nusantara ini, dimana sejatinya rakyat sudah punya tuhan yang maha kuasa bernama : Alloh...!!
Dan Alloh itu, pasti punya sistem terbaik buat menjadikan manusia sejahtera di dunia serta di akhirat nanti. Tapi anda lebih memilih kepada sistem dajjal dan sistem aneh lainnya. Semua itu akhirnya hanya akan menghisapmu dan keturunanmu sampai mati. Cara mereka terasa pelan -pelan tapi berangsur pasti.
Bentuk negara dalam islam
Memang tidak ada satu sistem baku dalam memilih pemimpin, dan dalam memilih bentuk negara menurut islam. Boleh saja bentuk negara itu berupa monarkhi, demokrasi, boleh federasi, boleh republik dan sebagainya. Semua boleh.
Asalkan tegak didalam sistem, dan di dalam negara itu, yang namanya nilai keadilan, kemanusiaan, ketuhanan, kesetaraan, serta bukti kesejahteraan bagi warganya. Maka islam mentolerir semua bentuk negara. Kecualiyang nyata anti tuhan. Seperti komunis dan fasis serta kapitalis. Jadi apapun bentuk negara tersebut terserah saja. Tentu juga tidak harus demokrasi.
Tapi demokrasi hari ini telah membuat kaum minoritas cukong mampu mengontrol dan memperbudak manusia banyak. Terlihat sekali bahwa Demokrasi bukanlah satu satunya cara untuk bisa makmur dan sejahtera. Terkadang demokrasi itu hanya isinya omong kosong saja.
Dalam. Negara Demokrasipun bisa isinya bagai monarkhi, dinasti dan oligarkhi. Negara miskin didunia sekarang banyak negara demokrasi.
Dan parahnya lagi, meskipun anda tetap miskin, tapi anda tetap saja bangga teriak kesana sini untuk menahbiskan tokoh - tokoh pengusung demokrasi itu bagaikan nabi- nabi suci. Dan ketua ketua parpol anda puja bagai dewa penyelamat. Dasar bodoh. Tidak pernah sadar. Tidak jera -jera juga. Orang mandahiling menyebutnya manusia bakok. 'Mada bana angku ma' kata orang minang.
Menunggu karma dari dosa pilihanmu sendiri
Tunggulah giliranmu, siapapun engkau, nanti akan merasakan yang namanya karma politik. Tunggu pula hukuman sejarah itu. Karena hal - hal yang menakutkan tersebut pasti akan datang pada waktunya. Sudah dekat.
Atau bisakah kita buat tesisnya begini, agar sedikit agak akademis gitu : Bisakah demokrasi ini tetap dipertahankan saja dulu, tapi dilakukan revisi dan rehab total pada sisi-sisi bolongnya ?
Entahlah. Serahkan saja pada rakyat yang tertipu itu. Takutnya anda terlalu berharap pada demokrasi. Dananda sedang memperlama durasi penindasan saja oleh kaum elit.
Tapi tunggu, sekarang rakyat kelihatannya, gelagatnya, sinyal -sinyalnya, mulai sadar bahwa mereka sudah dan sedang ditipu. Jadi mulai menggeliat gerakan kesadaran massal.
Sukurlah kalau begitu.
Ratapan hampa
Sekedar meratapi saja. Awalnya dulu UU pemilu dengan sistem pemilihan langsung ini dibuat adalah untuk menghindari politik uang dan praktek sogok menyogok. Asumsinya waktu itu ialah bahwa tidak mungkin ada orang yang bisa menyogok kepada rakyat yang banyak ini.
Namun, pada kenyataannya hari ini, politik uang itu makin marak dan makin menggila.
Karena ternyata banyak orang yang mampu dan bisa untuk membeli suara seluruh 270 juta rakyat indobesia sekalipun. Jangankan hanya untuk membeli suara 2000 an orang saja.
Dan pada akhirnya yang menang pasti orang kaya, atau calon dan bonekanya kaum elit para cukong oligarkhi.
Pemenang pemilu tetap saja mungkin mereka para bandit dan para mafia dalam arti luas.
Demokrasi semakin kesini justru makin nyata hanyalah sebuah utopia dan ilusi belaka.
Demokrasi mungkin hanya keranjang sampah yang isinya sering berupa barang busuk, bauk, serta kotor.
Namun keraguan kita pada sistem negara demokrasi tidaklah menutupi pengakuan kita terhadap sekelumit kecil kebaikan yang ada pada demokrasi itu. Ingat ini. Jangan dikriminalisasi.
Tuduhan yang salah
Dulu kita menuding kelompok yang anti demokrasi sebagai kaum anti kebebasan. Kaum. Primitiv. Dan seabrek tuduhan stigmatis lainnya.
Sekarang kita makin sadar, bahwa demokrasi memang cuma bisa memberi janji, bukan bukti.
Modus tipuan terbesar pada dua abad terakhir ini secara internasional adalah membuai dunia dengan seruling merdu bernama nyanyian demokrasi. Indah musiknya. Tapi merusak lirik lagunya.
Ya, demokrasi disebarkan kepenjuru jagat. Di ekspor dan di impor secara besar -besaran. Tentu dibawah tekanan militer mereka. Dwmokrasi jadi laris manis. Dulu dan kini Demokrasi bahkan dinabikan. Demokrasi sampai dituhankan. Ketua ketua parpol telah ikut didewa- dewakan. Pokoknya dipuji -puji, hatta nyundul langit.
Tapi mmungkin telah tiba waktunya untuk berkata : Enyahlah kalian hai para penipu rakyat !
Demokrasi hanya sekedar jadi corong suara mereka saja, bukan wujud pada fakta.
Demokrasi hanya deretan angka dan jumlah, bukan kumpulan nilai. UU jahatpun bisa lolos jika parlemennya setuju. Itulah demokradi berbasis suara terbanyak. Hukum tuhanpun sering mereka singkirkan lewat parlemen.
Atau barangkali demokrasi memang disiapkan dari awal- awalnya untuk menyingkirkan agama dan melawan tuhan ? Seperti sifat iblis yang membangkang kepada tuhan di sorga eden dahulunya. Jangan jangan begitu. Tampaknya memang seperti itu. Waduh ?
Buktinya, orang baik -baik sering menjadi kalah dalam pemilu yang katanya demokratis itu. Karena dia orang solih itu tidak punya modal. Dan yang naik tersebut malah adalah monster- monster maha jahat, yaitu para penjual sumberdaya bangsa sebanyak banyaknya.
Itulah hasil resmi iusi demokrasi. Pembohong bisa disulap bagai penolong. Pengkhianat bisa dicitrakan bagai pahlawan. Mesin propaganda dan geng- geng buzzer memang hebat bekerja.
Tapi tunggu, tiap masa ada orangnya. Tiap orang ada masanya. Kebenaran pasti akan membongkar segala kejahatan itu. Meskipun dibungkus dengan balutan media serta tongkat kuasa.
Negara kaya tapi kenapa rakyatnya jadi miskin merana ?
Padahal jika dikelola dengan jujur dan benar, diduga, dari hasil tambang yabg ada di negara ini saja sydah bisa menggratiskan pendidikan, kesehatan, dan sisanya diduga masih bisa untuk menggaji 20 juta perwarga negara tiap bulannya. Betulkah itu ? Wallohu a'lam.
Jika demokrasi itu sorga, lalu kenapa rakyat kita sengsara ?
Jika demokrasi itu berujung sejahtera, lalu kenapa sumber daya kita dikuras dan yang tersisa bagi rakyat cuma algoritma derita .. ??
Jika demokrasi itu adalah sistem pemerintahan yang paling baik, maka kenapa banyak negara dengan sistem kerajaanpun tetap lebih kaya dan rakyatnya lebih bahagia ? Seperti negara Brunai, Arab saudi, Jepang dan Inggris ?
Bukanlah maksutnya kita kembali saja kepada bentuk sistem kerajaan. Bukan begitu. Tapi nostalgianya, jika kita baca di buku sejarah SD dulu, nusantara ini pernah jaya tempoe doeloe, adalah di era kerajaan- kerajaan. Ya kan ?
Lihatlah cerita kerajaan yang hebat- hebat seperti legenda pada Zaman Majapahit ( jika memang benar ada). Kerajaan Sriwijaya. Samudra pasai. Mataram, melayu, lombok, banjar, goa, dan lainnya.
Tapi semua sudah terlambat. Nasi sudah jadi bubur. Pilihan kita telah menghukum kita sendiri. Mungkin ada beberapa tokoh menyebutnya sebagai hukuman karma untuk bangsa ini.
Secara historis, nusantara dulunya jaya karena sistemnya Kerajaan. Lalu kenapa kita sok- sok lompat katak memeluk demokrasi yang diimpor dari negeri atas angin konoha ?
Entahlah. Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. Seperti sair lagu penyanyi lawas Ebiet G. Ade.
Realitas pemilu tahun 2024 dan ragam serangan
Sekarang pada pemilu ini, pada tahun 2024 ini, di tanggal 14 februari ini, akan banyak dan sudah banyak serangan -serangan kepada rakyat.
Amunisinya juga multi juga bentuknya. Mulai dari bagi sembako, susu, indomie, voucher, kaos, uang, jasa, janji- janji palsu, janji manis, ancaman, tipuan, bujukan, rayuan, intimidasi, sandera kasus, sabotase sinyal, dan sebagainya.
Jika anda pernah mendengar serangan fajar di hari H pemilu, maka sekarang sudah ada dan harus ada lagi bentuk serangan bulanan, serangan mingguan, serangan harian, serangan pagi, serangan siang, serangan malam dan serangan last minit pada detik- detik jelang pencoblosan.
Pokoknya ramai dan meriah. Namanya saja pesta. Pesta demokrasi. Pesta sejuta akal.
Tapi diam diam. Pelan pelan. Negeri ini sudah tergadai. Katanya. Dan semoga hanya katanya. Bukan sebenarnya. Tapi entahlah. []
0 comments:
Post a Comment