Inda jau be, Losi mau,
Rintihan suci caleg gagal
Oleh : Ajay
Beberapa caleg gagal di pemilu 2024 ini telah sadar dan bertekat tidak akan maju lagi di pileg lima tahun ke depan pada tahun 2029. Mereka sudah jera. Karena sekarang tinggal utang dan kecewa karena cinta. Maksudnya cinta tahta dan kursi.
Hal itu disebabkan dengan telah habisnya dana dan kerugian lainnya yang tidak sedikit. Bahkan beberapa caleg gagal itu sempat menggadaikan tanah, rumah, kendaraan dan lainnya.
Hanya nyawa saja yang belum mereka gadaikan. Ungkapan itu keluar dari mulut jujur seorang caleg gagal pada suatu malam di kantor camat, saat penghitungan suara di PPK.
Sambil menghirup napas dalam - dalam. Lalu dia keluarkan lagi napasnya dengan suara berat. Berat. Seakan dia tengah menghamburkan seluruh magma dan larpa luka dari beban jiwanya yang makin kecewa saat ini.
Sambil meracau, seorang caleg gagal mengkhayalkan bahwa andainya uang yang satu milyar itu dia gunakan untuk menikah lagi, maka sudah pasti akan bahagia hidupnya.
Karena satu milyar itu sudah bisa untuk buat mahar istri baru, rumah baru, kebun sawit baru, serta toko sepetak di depan rumah untuk istri baru berjualan sembako. Namun sekarang semuanya telah sirna. Hilang pergi entah kemana.
Nasi telah menjadi bubur. Penyesalan memang datang selalu terlambat. Pepatah mengatakan : Sesal dahulu pendapatan. Sesal kemudian tidak berguna.
Sepertinya pepatah ini betul adanya. Ketika menjelang tidur, ditengah malam pukul dua dan tiga dini hari, menjelang fajar subuh, seorang caleg menangis sesenggukan dengan suara tertahan. Batinnya merintih perih. Jiwanya sepi. Nuraninya sunyi. Bibirnya pelan bergumam lirih : andainya... andainya... andainya.
Ala baya. Sugarina ma gari. Oi le umak. Inda jau be. Uantakme. Na ancit do mengemis suara on.
Andainya saya tidak mencaleg. Maka uang saya itu bisa untuk yang lain. Tapi kini sudah nasib suratan takdir.
Kenapa saya terlalu bermimpi. Tergoda untuk mengejar burung di angkasa, balam yang sudah di tangan dilepaskan. Dasar si anu yang mengajak-ajak saya ke Partai.
Kurang ajar. Begu domu sude. Bangkrut mau gara gara omu bo. Tengok, u bas bas momu kinai dot bulung latong.
Dasar timses licik. Salah si fulan yang membujuk saya. Pandainya mereka merayu saya untuk mencaleg. Padahal uang saya yang mereka kuras. Habis sudah. Habis. Habis. Harga diriku juga ikut habis.
Marasai aden mak oi. Sangsaro juo badan kasudahannyo. Kutang barendo. Ayah wa ang. Ongku ang.
Dasar semua penipu. Persetan dengan familiku. Persetan dengan teman -temanku. Semua penipu. Pargabus. Poduto. Pembohong. Parbukkak.
" Losi mau. Inda jau be. Uantak me." Kata seorang caleg gagal sambil berteriak bagai orang stres.
Bukan. Bukan. Dia tidak stres. Tapi gejala gila.
Itulah rintihan dan sumpah serapah sebagian para caleg gagal itu. Jangan kita tersinggung akan maki- makinya mereka. Maklumi saja. Kasihanilah mereka caleg gagal itu. Maafkan saja mereka. Karena Jiwa dan hati mereka sedang terluka. Luka yang pedih menganga. Perih sekali bagai disayat sembilu. Ya, itulah sembilu pemilu.
Ingatlah, dunia berkata : " Kejarlah daku, kau akan kutipu."
Buktinya memang banyak caleg yang ditipu oleh pemilihnya. Dan banyak juga oknum dewan yang menipu rakyatnya.
Sama - sama penipu sebenarnya. Lalu kenapa teriak sakit hati kala tertipu ? Memang itulah sifatnya dunia wale. Dunia ini memang penuh kibulehe.
Tapi ikut caleg di pemilu bukanlah pekerjaan yang terlarang. Dia mulia. Dan tentunya harus diselenggarakan dengan cara mulia pula. []
Pasaman Barat, 29 Februari 2024.
0 comments:
Post a Comment