Ujung Gading kota penuh pergolakan yang damai
Oleh : Dr. Zawil Huda, SH, MA
Kawalbangsa.com--- Kota ini sudah ada mulai dari tahun 1400 an masehi. Dari dahulunya kota ini sudah penuh konflik. Sarat dengan perlawanan. Terjadi beragam pergolakan dan perebutan. Mulai dari Perang pemikiran sampai Perang fisik. Kadang dipicu oleh masalah adat, perilaku personal, dan oleh sahwat ego manusia.
Bahkan Tuanku Imam Bonjol diceritakan pernah tinggal beberapa bulan di Ujung gading. Dialah yang mengislamkan raja- raja, penghulu serta hulu balang di sekitar kota ini sampai ke kerajaan Situak tempo doeloe. Sebagian masuk islam setelah kalah diperangi oleh tuanku Imam Bonjol. Sebagian lainnya menyerah tanpa perang dan masuk Islam, lalu membuat kesepakatan damai.
Jangan heran karena warganya manusia biasa juga, tentu ada yang baik dan ada pula yang jahat. Namun secara umum warganya tergolong religius. Mesjid- mesjid hidup dan bagus- bagus. Tiap waktu sholat azan akan terdengar sahut menyahut mengalun merdu. Terlihat dari luar kalau kota ini banyak dihuni ulama.
Kota ini banyak tokohnya. Dan banyak pula cadiak pandainya. Namun kabarnya, terbanyak penghuni lapas Talu juga dari sini. Mungkin info itu tidak benar.
Terlepas dari sifat- sifat manusiawi biasa, kota ini tetap memiliki keistimewaannya tersendiri. Tanpa merasa lebih hebat dan lebih besar dari kota sekitarnya.
Ujung gading terus berkembang
Di tengah berbagai konflik internal yang lumrah terjadi sebagai ciri kota yang dinamis, kota ini tetap saja mampu berkembang, damai, rukun, dan selalu mempesona serta senantiasa dirindukan.
Buktinya tiap hari lebaran, para perantau tidak akan bisa tahan untuk tidak pulang kampung ke kota ini. Minimal istilahnya biarlah sekedar untuk dapat melihat jembatan gantung, yang merupakan ikon sejarah kota ini.
Calon ibu kota kabupaten
Diprediksi beberapa tahun ke depan, ujung gading akan jadi ibu kota kabupaten baru. Bisa saja namanya kabupaten Pasutra. Pasaman bagian utara. Tapi tuhanlah yang tahu kelanjutannya. Kita jangan merasa jadi tuhan kecil.
Filosofi tentang nama kota Ujung gading
Namanya saja sudah pakai kata 'ujung.' Dipadukan lagi dengan kata 'gading.' Tentu artinya, gading yang di bagian ujung. Jika ujung maka dia tentu jadi mengecil dan pendek.
Dia bentuknya betul -betul meruncing. Tapi diujung sekali dia rada tumpul bagai bentuk fisik dari gading gajah.
Dia memang tidak terlalu tajam. Namun dia cukup kuat, dan bisa untuk menusuk.
Seolah begitulah watak umum dari penduduk kota ujung gading ini. Terlihat jinak, ramah, lembut. Tapi jika ditindas maka dia akan maju menerkam dan menusuk kuat. Namun mestilah ada kekecualian. Tidak bisa dipukul rata juga. Jangan digeneralisir. Sebab ada juga yang cuek dan pengecut serta tidak ada jiwa tarungnya.
Ragam versi sejarah dan asal usul kota Ujung gading
Itulah satu versi asal asul nama ujung gading, disamping banyak versi lainnya dari filosofi sejarah tentang nama ujung gading.
Tentu perlu juga diketahui sejarah versi lain. Silahkan ahli sejarah ujunggading yang akan melengkapi khazanah historikal tentang kota seribu konflik dan seribu rindu ini.
Daerah ujung gading diperkirakan sudah dihuni oleh beberapa orang semenjak tahun 1400 an masehi. Zaman itu hanya berpenghuni. Tapi masih sedikit orangnya. Belum ramai dan belum berbentuk kota.
Memang sudah dihuni oleh manusia, namun awalnya itu belum bernama ujung gading. Hanya tempat berhuma dan singgah sementara.
Saat itu yang terkenal ialah kota air bangis, sikobo, sikilang, singaua, koto rajo, tiku, talu, dan lainnya.
Kenapa disebut ujung gading ?
Alkisah, pada zaman dahulu kala, bermula dari awalnya, ada satu rumah panggung bertingkat dari kayu pada sekitar tahun 1700 an di kota ini. Itulah rumah atau pondok pemula yang terbesar. Sebelumnya hanya ada gubuk kecil -kecil seperti gubuk kebun saja.
Ditingkat dua pondok besar itu tergantung satu benda antik dari gading gajah, bagian ujungnya saja. Digantung indah dengan jalinan tali dari akar. Sehingga dia jadi pembeda dengan pondok lain.
Sehingga lama-lama, pendatang dari luar mulai menjadikan rumah itu sebagai patokan dan topotan mereka untuk menginap sementara sambil membukak lahan baru.
Lama- lama pendatang baru itu menjadikan pondok ini sebagai nama sebutan untuk mudah dikenal. Mereka sepakat menyebutnya dengan pondok yang ada ujung gadingnya.
Misal : Ke ita maranto tu daerah Pondok na adong ajung gading nai.
Kira - kira begitu.
Dialog imajinernya begini :
"Ke tujia omu lae ? "
Dijawab :
" ke tu daerah pondok na adong ujung gading i lae, di balikan. "
Karena waktu itu belum ada nama daerah ini. Masih berupa hutan rimba. Sehingga lama-lama masa itu jadi populerlah disebut dengan nama "ujung gading."
Kenapa mereka ramai ramai pindah ke ujung gading ?
Terdapat banyak sebab berdasar cerita lisan turun temurun yang kami dapat. Artinya ada sanad tutur lisannya nya dari si anu ke si anu dan dari si anu sampai ke penulis.
Pertama, karena mencari ladang baru untuk berhuma. Untuk mencari hidup.
Kedua, karena menghindari kerja rodi dan pajak oleh belanda di mandahiling sana.
Ketiga, karena konflik memperebutkan raja di tempat asal mereka mandahiling.
Keempat, karena dibalikan, dikampung asal mereka, terjadi perang racun (porang rasa).
Khusus mengenai sebab pada nomor empat ini penulis agak merasa kurang terima. Tapi inilah sejarah. Mesti dituliskan. Agar menjadi milik publik sebagai ilmu sejarah dari generasi ke generasi. Jadi kepindahannyapun ada yang bermotif konflik alias bergaduh. Konon sebab itulah kota ini selalu ada konflik tiap tahun. Namun kebenarannya Wallohu a'lam.
Asal penduduk kota ujung gading
Penduduknya datang berimigrasi dari daerah yang disebut kabupaten Madina sekarang di wilayah sumut. Yaitu tepatnya dari daerah kota nopan, pidoli, manambin, tamiang, huta nagodang, panyabungan, maga, padang bolak, barumun, dan sebagainya.
Mereka datang hijrah dengan beberapa gelombang. Mereka berpindah itu dengan berjalan kaki dari balik gunung sana (balikan). Sehingga disebut dengan sebutan 'alak mon balikan.'
Perbudakan manusia di kota Ujung gading
Mereka nenek moyang itu dahulu datang secara perorangan, dan ada pula yang membawa keluarga besarnya, dan lengkap dengan adatnya, pasukannya, pusakonya, serta juga ada yang membawa atoban mereka, alias budak-budak dari jenis manusia asli. Bisa puluhan dan ratusan budak milik ompung kita itu dahulu.
Saya dapat cerita ini dari ompung Raja Syukur almarhum beberapa hari sebelum beliau wafat. Saya menggali informasi penting ini ditemani oleh sahabat baik saya husni tamrin dan sahna diharta. Masih ada rekamannya. Penulis memang gemar mencari cerita dari beberapa tetua ujung gading dan situak. Namun pengetahuan saya hanya sekelumit.
Fakta tentang kerajaan Situak
Khusus untuk kerajaan Situak butuh tulisan tersendiri sebenarnya. Karena situak punya kerajaan mandiri dan adat mandiri.
Dia lebih pertama ada dari ujung gading. Konon di Leiden Belanda masih ada peta usang dengan tulisan setuoak. Hal ini perlu ditelusuri oleh sejarawan.
Situak seharusnya membuat pucuk adatnya sendiri serta KAN nya sendiri, agar dia merdeka secara adat dan tidak lagi ada yang berani menganggap situak sebagai bawahan atau sub dari ujung gading.
Tesis ini jangan dimaknai negativ bagi yang tidak sependapat. Tapi kalaupun dibantah harus secara ilmiyah.
Setiap nagari dari sembilan nagari di ujung gading ini mestinya punya KAN sendiri. Agar tidak terjadi monopoli adat yang berlagak diktator dan arogan. Memanh sebenarnya belum ada yang demikian. Tapi perlu upaya trrukur untuk mewanti -wanti dari sekarang.
Seperti halnya nagari yang dimekarkan, maka tidak ada larangannya jika KAN nya ikut dimekarkan. Bila ada yang menghalanginya, maka itu adalah konspiradi jahat untuk kepentingan kelompok minoritas elit.
Bahkan bisa makin baik jika KAN dimekarkan. Sehingga ujung gading bebas dari perilaku suksesi adat yang tertutup dan diduga ada monopoli, serta sebagian penuh manipulasi. Ini dugaan. Fakta otentiknya masih sedang diteliti oleh tim khusus dari beberapa mahasiswa universitas yang ada di sumbar.
Marganya beragam. Ada lubis, Nasution, batu bara, hasibuan, matondang, dalimunte, pulungan, dan lainnya.
Kembali kepada cerita gading. Ditingkat atas pondok tergantung sepotong gading gajah bagian ujungnya saja, yang didapat dari daerah sekitar kuamang masa itu. Jadi dulu diduga pernah ada gajah di kota ini.
Artinya bahwa ada hutan perawan, lebat, dan ada tanah yang subur, serta ada air yang cukup banyak. Karena gajah mesti minum air yang banyak.
Kota bekas letusan gunung berapi
Ada sumber lisan menyebutkan, bahwa dahulu, ujung gading ini adalah bekas letusan gunung berapi. Sehingga dia menjadi bidang datar yang melintang. Maka dinaman dengan lembah melintang.
Buktinya, di batang sungai sikerbau, sering ditemukan oleh warga, termasuk penulis sendiri, beberapa kayu besar tertimbun ratusan tahun.
Ditemukan disaat penulis sedang menombak ikan bersama kawan kawan yang hobbi menembak ikan sambil menyelam pakai kaca mata khusus.
Bahasa di ujung gading
Ada beberapa bahasa masyarakat sehari hari di kota ini. Mayoritasnya bahasa mandahiling. Kemudian ada bahasa melayu. Tapi sudah beda dengan bahasa mandahiling di madina sumut. Melayunya berbeda pula dari melayu deli serdang dan melayu di sikilang dan sikobo.
Jadi bahasa ujunggading punya khas nya sendiri. Bahasanya agak sedikit aneh dan ganjil dari bahasa aslinya. Contoh: Aku do kondak tudo. Aslinya ambo do omuah mbo do. Contoh: Ulang soni dobo dik e. Aslinya, ulang maho songoni da anggikku. Dan sebagainya.
Keunikan kota ini apa ?
Seperti namanya ujung gading. Maka di kota ini masalah kecil bisa saja membesar dan jadi meruncing di ujungnya. Tentu jika tidak cocok caranya. Meskipun misalnya, tadi di awalnya sudah terlihat kompak. Namun akhirnya ruwet juga di ujung.
Dan sebaliknya, dikota ini masalah besar bisa pula selesai dengan mudahnya, jika caranya menyintuh hati dan penuh dengan adab kekeluargaan.
Mungkin bisa disebut, di kota ini, semua hal yang menyangkut seremonial publik harus ada etika serta memakai raso jo paresonyo. Semua mesti sesuai aturan adat, negara, dan sarak. Kalau tidak maka nanti akan jadi ribut di ujung. Bahkan di tengahnyapun sudah bisa mulai riak- riak cekcok. Itulah Ujung gading.
Namun kalaupun persoalannya meruncing dia tidak akan sampai pecah berhamburan. Kecuali dosa yang patal sekali. Jika patal maka bisa berujung ke penjara, dan bisa dibalut dendam yang tak sudah.
Keunikan lainnya bahwa warganya mudah untuk damai. Sekalipun konflik telah besar. Karena semua masalah akan ada cara penyelesaiannya yang unik. Unik sekali. Sulit menceritakannya.
Kadang masalah itu berhasil diselesaikan oleh tokoh, atau kelompok. Dan juga tak jarang kadus itu diselesaikan oleh hukum secara non litigasi. Kadang juga beberapa kasus bisa habis dengan sendirinya oleh waktu. Kenapa demikian ? Barangkali karena semua warga kota ini ada hubungan darah dan marga.
Postulatnya yang terkenal ialah : ujuang gading itu Unggehnyo dari mandahiling. Sangkaknyo dari minang. Punya marga semua.
Kota penuh gejolak
Bisa disebut bahwa ujung gading adalah kota penuh gejolak. Tapi tetap saja solit saat kondisi genting. Kota pergolakan, namun damai. Laksana dua sisi yang tampaknya paradok. Tapi benar memang itulah realitasnya.
Ninik mamak adat dan sarak serta petugas pemerintah disini memiliki hubungan baik. Maka pejabat luar biasanya betah berlama- lama di kota ini.
Ditambah lagi dengan kebanyakan warganya memang tergolong cerdas dan agak ber-uang. Sehingga dulu ada istilahnya, kok nak kayo poi ko ujuang gadiang.
Maka jikapun ada konflik, dia akan selesai juga pada waktunya dengan cara unik dan bijaksana. Solusi berdasar ilmu. Bukan dasar dari sahwat. Meskipun untuk menuju puncak damai itu prosesnya bisa tegang badantiang-dantiang, dan bisa debat secars alot panas berapi-api.
Kota yang membuat rindu
Biasanya, orang yang sudah mandi di batang sikerbau lima kali maka dia akan sulit meninggalkan kota ujung gading ini. Entah kenapa. Itulah mejiknya. Itulah sihirnya.
Watak orang ujung gading
Secara umum, warga kotanya sangat ramah. Bersahabat. Suka tolong- menolong. Tapi sangat kritis. Sangat kepo. Peduli. Kenapa ? Karena mereka itu pintar dan cerdas.
Tidak ada yang bermental budak di kota ini. Semua ingin jadi raja. Jadi penghulu. Jadi ketua. Kecuali sedikit bagi yang impoten di bidang politik.
Semua warga asli kota ini berjiwa pelawan. Diam tapi tajam. Berwatak pemberontak kepada segala hal bentuk kezaliman dan penindasan. Kecuali mereka yang sedang menjabat.
Warga kota ini terdiri dari para petarung. Namun uniknya bisa diajak damai. Aneh memang. Mungkin itu alasan diplesetkannya istilah yang mengatakan, kalau sudah pas, maka baru aman. Pasaman. Apakah itu sebuah ilmu cocoklogi. Mungkin juga. Tapi benar begitu.
Duhai Ujung gading kami. inilah kota seribu gejolak. Namun juga inilah kota seribu rindu dan seribu pesona. []
0 comments:
Post a Comment