Kenapa Sering Berbeda Awal Romodhon Di Indonesia ?
Oleh : Dr. Zawil Huda, SH, MA
Beda tanggal pada penetapan satu Romodhon dan satu syawal serta idul adha terjadi minimal akibat faktor dan hal- hal berikut :
1. faktor Egois dan fanatisme golongan atau ormas.
Ini bisa menimpa ormas islam mana saja. Tidak hanya satu dua ormas.
Umumnya tipe ini akan gigih dan ngotot serta juga marah-marah melihat realitas di negaranya yang sering berbeda awal puasa dan hari idul fitri. Kaum ini kita sebut dengan mazhab egoisiah. Kaum ini sudah mulai hilang di masyarakat. Karena faktor kedewasaan dan toleransi dalam perbedaan.
2. Beda Matla'. Tempat terbit matahari berbeda tiap daerah dan wilayah tertentu. Karenanyawaktu berbeda pula. Maka penampakan bulan juga beda.
3. Faktor beda metode.
kelompok pertama ikut metode ru'yah. Yaitu mesti melihat bulan / hilal yang baru, baik dengan mata telanjang ataupun dengan alat.
Padahal hisab dan rukyah sama sama ilmu dari Alloh. Dan keduanya punya dalil yang kuat.
Dalam quran jelas dikatakan : ......lita'lamu 'adadas sinina walhisab. Wassyamsu tajri limustaqorrillaha zalika taqdirul azizil alim. Demikian juga pada suroh yasin, ayat 39 dan 40. Pada suroh yunus ayat 5. Serta terdapat juga pada suroh ar rohman ayat 5.
Keduanya jangan dipertentangkan. Tapi dijadikan saling menopang. Hisab dipakai dalan jadwal Sholat. Rukyah dipakai ketika memungkinkan. Tapi kepentingan terkadang sering menyusupi keilmuan seseorang.
Sedangkan kelompok kedua lainnya ikut metode hisab. Atau berdasarkan perhitungan peredaran bulan.
Maka jika bulan sudah masuk tanggal satu, meskipun 0,1 derjat, maka tentu sudah dinamakan bulan baru. Otomatis sudah masuk awal bulan romodhon. Akibatnya wajib puasa. Karena hilal baru sudah ada. Namanya dalam ilmu hisab adalah wujudul hilal. Bahwa tidak terlihat dengan mata atau teropong tidak jadi soal.
Bagi ahli rukyah, jika tidak kelihatan hilal baru akibat cuaca, awan, dan halangan lain, maka bulan sakban disempurnakan jadi 30 hari. Metode ini dinamakan istikmal.
Maka metode istikmal ini disatukan saja kedalam metode ru'yah. Karena keduanya dipandang berkaitan atau satu paket.
Di zaman nabi dahulu, mereka disuruh menggunakan mata kepala, mesti melihat langsung kepada rupa hilal baru ( visibilitas hilal ), karena masa itu alat canggih belum ada, dan ilmu hisab masih sangat sederhana. Karena itulah nabi perintahkan saja lewat melihat langsung bentuk bulan yang baru. Andainya masa itu sudah secanggih ilmu dan alat teleskop bintang seperti sekarang, maka sabda nabi pasti akan beda.
Demikian argumentasi pihak yang pro dengan metode hisab tersebut. Its ok. No broblem. Sekilas argumen itu terlihat sangat logik dan pintar. Ilmiyah sekali gitu lo.
Tapi ingat juga, bahwa nabi tidak pernah katakan bahwa metode rukyah ini hanya buat sementara saja, sambil menunggu metode lain dan teknologi lain yang lebih akurat serta lebih presisi.
Hadis rukyah itu berlaku sampai seterusnya. Tidak ada ulama yang mengatakan hadis ini sudah axpire dan kadaluarsa. Kecuali ulama yang lancang tanpa adab dan zonder ilmu hadis.
4. Penggabungan dua metode, hisab dan rukyah.
Cara penetapan satu romodhon ini dihasilkan dari gabungan antara ru'yah dengan hisab.
Metode ini di anut oleh pemerintahan negara indonesia lewat mekanisme sidang itsbat pada kementrtian agama RI.
Sidang itsbat ini dipimpin oleh menteri agama. Dihadiri oleh utusan ormas islam seindonesia yang mau ikut. Dan diikuti juga oleh para ahli falak high level, serta ulama ulama fikih kelas itqon ( faqih/mumpuni ). Ditambah dengan menempatkan para ahli yang jadi pemantau hilal pada 134 titik yang tersebar seluruh tempat strategis dan layak seindonesia.
Namun perlu juga disadari dengan halus dan rilek., bahwa diduga titik masalahnya adalah pada poin penetapan 3 derjat hilal itu. Dan elongasi sudut bulan matahari yang mesti 6,4 derjat itu. Kenapa harus ikuti angka- angka tersebut ?
Pertanyaannya begini ?
Apa benar bahwa hilal hanya bisa terlihat jika sudah berada pada ketinggian 3 derjat di atas ufuk ? dengan elongasi 6,4 derjat ?
Siapa saja yang membuat angka- angka itu ?
Apakah sudah kesepakatan dunia atau cuma komunitas kecil Saja ?
Jadi ribet juga kan ??
Hasil Sidang itsbat 2024 :
Hasilnya ada. Sudah keluar keputusan yang diumumkan menteri agama RI, bahwa awal Romodhon untuk indonesia adalah selasa, 12 maret 2024.
Namun tetap saja tidak bisa satu pendapat untuk seluruh warga negara dari sabang sampai meroke. Masih terus ada orang, kelompok torikot, dan ormas islam yang beda pendapat buat kebijakan sendiri versi masing -masing berdasar ilmunya.
Alasannya macam macam. Ada yang percaya untuk ikut saudi arabia. Ada yang Ikut ketuanya. Ikut mursyidnya. Ikut ilmunya. Ikut hisabnya. Dan bejubel alasan lainnya yang jika didaftar akan jadi panjang.
Meskipun di sidang itsbat ormas islam terkait memiliki utusan resminya. Tapi telah dan akan buat keputusan sendiri juga. Terserahlah. Bebas. Belum ada UU nya juga. Rak opo -opo to.
Nanti sebaiknya, jika sudah sesuai momentumnya, maka perlu kiranya dibuat legalitas hukum agar memutus dan mengikat ( final and banding ).
Kenapa masih berbeda ? Ada apa ? Kenapa ?
Kita berbaik sangka saja. Jangan korek- korek lagi. Jagalah hati jangan kau kotori. Jagalah mulut agar satu bangsa ini !!
Jangan dibesar -besarkan. Demi meminimalisir konflik interen seagama dan seummat.
Meskipun dalam kajian akademik topik ini boleh dan sangat baik untuk terus dibahas secara detil dan mendalam.
Namun untuk konsumsi publik yang awam, cukup katakan saja bahwa perbedaan penetapan satu romodhon itu sah- sah saja dan hukumnya berstatus 'boleh '. Selesai. Dan jadi adem serta damai.
Bisa juga dibumbui dengan rumus pamungkas bahwa perbedaan itu rahmat ( ikhtilafu ummati rohmatun ). Karena menjaga persatuan lebih utama dari menonjolkan pendapat.
Kecuali masalah usul yang sudah qothiy. Tentu mesti sama. Seperti dalam hukum wajibnya solat lima waktu. Wajibnya puasa romodhon. Dan sebagainya.
Kalau persoalan furu' maka boleh beda. PBNU saja akui empat mazhab yang sudah nyata sering beda pendapat. Lalu apalagi persoalan bagi pihak ahli mazhab egoisiyah itu ?
Solusi :
1. Pemerintah membuat aturan baru berbentuk keppres atau UU khusus tentang topik ini.
Sehingga untuk satu negara bernama indonesia tidak diberi ruang lagi buat berbeda secara hukum positif jika sudah ada keputusan dari pemerintah. Bukankah kaedah berbunyi : Hukmul hakimi rof'ul khilaf..?
2. Presiden terpilih mesti mengangkat Sosok menteri agama yang diambil dari seorang tokoh yang bisa dipercaya oleh semua golongan ormas islam. Tentu dipercaya dari sisi keilmuannya, akhlaknya, mulutnya, dan rekam jejaknya.
Agar trust kepada sang menteri tersebut dapat menjadi kapital dasar untuk suatu kepatuhan yang sadar tanpa paksaan.
3. Mengikuti rukyah global.
Artinya satu negara jika sudah terbukti sohih telah berhasil melihat hilal, maka mesti diikuti oleh seluruh negara di Dunia dengan menyesuaikan margin waktu masing- masing negara. Dari sini nanti bisa terwujud unifikasi kalender hijriyah yang dicitakan bersama.
Usaha ke arah ini bisa dirintis. Tidak sulit dan tidak ribet. Buktinya indonesia telah masuk kedalam komunitas Mabims dalam penetapan hilal Romodhon dan idul fitri serta idul adha. Dimana hilal hanya mungkin untuk dilihat jika sudah mencapai 3 derajat ( imkanur rukyah ). Dan sudut hilal syamsi mesti 6,4 derjat.
Perlu langkah konkrit untuk penyatuan
Jika hal ini dibiarkan bebas, dapat menjadi embrio konflik sosial agama. Bagai api dalam sekam.
Meskipun sejauh ini masih berhasil diredam dengan pesan- pesan toleransi bermazhab. Dan seabrek kata damai serta bumbu - bumbu adem lainnya. Sudah bagus sekali.
Namun tetap saja hal ini tidak baik bagi sebuah bangsa yang benbentuk Negara kesatuan. Kecuali negara indonesia ini mengambil bentuk negara federal.
Negara harus hadir dan tegas sepanjang dalil dalil Ilmiyah yang kuat.
Maka untuk menyatukan satu romodhon dan idul fitri serta idu adha ini adalah dengan tiga langkah :
1. Otoritas pemerintah dipertegas. Keputusan pemerintah berlaku dan mengikat untuk seluruh wargannya. Tidak ada lagi yang nakal. Bisa dipidana jika mbalelo. Tentu dengan asas legalitas dulu. Sekarang belum bisa. Biarkan saja bebas.
2. Penetapan kritetia hilalnya dibuat berdasar kesepakatan semua. Setidaknya mayoritas ahli hisab dan rukyah dunia.
3. Dibuat penetapan rukyah lokal ukuran sempit, lokal luas, atau rukyah global.
Imam Hanafi, Maliki, Hambali lebih memilih rukyah lokal yang sempit. Sedangkan Syafiiyah memilih lokal luas mencapai radius 120 km.
Nah, rukyah global ini perlu mendatangkan ahli dari berbagai multidisipliner. Ahli falak, hisab, fikih, astronomi, dan lainnya yang perlu.
Jangan ada pihak dan ahli yang ditinggalkan. Jangan ada yang ditinggikan. Jangan ada yang disingkirkan. Buat muzakaroh besar dan terbuka, lama-lama, alot, adil, jujur, equaliti, dan nanti hasilnya akan puas buat semua.
Jika setelah itu masih ada yang nakal, maka barulah oknum tersebut dapat untuk dihukum penjara.
Ada yang mesti diselidiki
Banyak yang mensinyalir bahwa NU dan Muhammadiyah sengaja dikondisikan oleh dinas intelijen besar dan kelompok rahasia dunia untuk jangan bersatu.
Karena jika NU dan Muhammadiyah kompak dan mesra, keduanya akan bisa menyingkirkan kekuasaan kelompok munafik oligarkhi.
Dari Presiden dan menteri sampai kepala desa pasti akan diduduki dua ormas ini. Tentu islam akan mengendalikan. Bukan dikendalikan. Seperti sekarang. Benarkah...? []
Ujung Gading, Pasaman Barat, Sumatera Barat, Indonesia, 11 maret 2024
0 comments:
Post a Comment