Mestinya ulama yang harus memimpin bangsa ini supaya adil dan sejahtera. Mulai dari presiden sampai ke tingkat desa.
Sejarah bangsa yang murni sering dikaburkan, bahkan dihilangkan. Termasuk peran ulamanya yang selalu terabaikan.
Ulama hanya digunakan laksana tukang dorong mobil mogok. Itulah salah satu pangkal bala di bangsa ini, yaitu menyingkirkan ulama.
Oleh : Dr. Zawil Huda, SH, MA
Sumbar, kawalbangsa.com ---
Sejujurnya, tanpa mengabaikan peran pihak lain di luar ummat Islam, maka bangsa ini sesungguhnya besar jasanya dimerdekakan oleh golongan ulama, santri, kiyai dan ummat islam.
Ibarat dunia saham, maka pemilik saham terbesar di bangsa ini adalah ummat islam. Sepatutnyalah komisarisnya bangsa ini, jika ibarat perusahaan, mesti didominasi oleh para ulama. Tentu ulama yang berjiwa dan bersikap nasionalis.
Misalnya, Dr. Haidar Nasir dari Muhammadiyah dan Gus Yahya dari NU. Serta juga dari ulama- ulama lainnya. Termasuk Dr. Muhammad Riziq Syihab yang dari kalangan habib, yang mampu meraih gelar doktoralnya lewat disertasi tentang seputar kedalaman nilai-nilai pancasila.
Kita terkadang heran, heran sekali. Ketika merdeka dahulu, kenapa ulama itu rela dan legowo saja membiarkan pimpinan puncak bangsa ini dipegang oleh kaum sekuleris yang sedikit ilmu agamanya dibanding dengan level Ulama yang nasionalis pada masa itu ? Kenapa tidak ulama saja yang maju ? Apa kisah cerita misteri di balik itu ??
Akibatnya sekarang, umat islam kesulitan untuk membumikan islam di negara ini secara utuh. Jika ada Kata 'sariat islam' maka banyak pihak sekuler yang mencurigai. Kata khilafah dituduh mereka sebagai bibit teroris. Pokoknya aneh-aneh stigma negatifnya.
Padahal bangsa ini dimerdekakan oleh ulama. Tapi giliran ulama bersuara dan bergerak, malah dihalangi dengan dalih konstitusi dan tuduhan macam- macam.
Namun faktanya, jika ada saat-saat genting negara ini, justru ulamalah yang diperalat mereka untuk maju menyelesaikannya.
Tapi ulama kelas pewaris nabi tidak akan rela jika pemimpinnya dari orang zalim dan anti islam. Itu pasti.
Cepat atau lambat ulama pewaris nabi itu, jika mampu, akan maju berkiprah. Karena realitas dunia dan humanismelah yang memintaknya.
Dunia internasional ini, jika dipimpin orang atheis dan orang yang tidak muslim sejati, maka dunia ini pasti akan penuh kecurangan, penindasan, dan segala bentuk kejahatan.
Lihatlah PBB dan Nasib palestina hari ini. Demikian pula nasib umat islam di bangsa ini. Dimiskinkan, disingkirkan, diadu domba dan dikuasai. Itulah resiko nyata faktual jika ulama tidak memegang tongkat komando kekuasaan diberbagai tingkatan sosial politik.
Ulama yang lari menjauh dari kekuasaan ketika keadaan dan situasi membutuhkannya, adalah ulama pengecut. Sikapnya itu masuk pada dosa besar karena membiarkan manusia banyak untuk diperas dan diperbudak oleh para bandit.
Termasuk di negara ini lebih perlu lagi ulama untuk memegang kendali politik.
Bukankah nabi Muhammad di Madinah menjabat sebagai kepala negara dan juga presiden di masanya ?
Ternyata Muhammad bukan follower, tapi seorang leader. Nabi tidak perbah mau tunduk untuk dikendalikan penguasa lain. Tapi nabilah yang mengendalikan dinamika sosial disekitarnya. Ulama sejati itu mesti meniru nabi.
Jangan amputasi fungsi ulama itu hanya berkutat pada ranah tukang doa dan tukang fatwa saja. Lebih dari itu, ulama mesti ada yang maju untuk menjadi raja dan jadi penguasa. Karena hanya mereka yang jujur dan mampu untuk menciptakan rekayasa sosial berperadaban manusia yang sebenarnya.
Merujuk pada sejarah setelah era nabi, maka zaman di era kepemimpinan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, mesti juga dilihat sebagai tahap penyempurnaan fungsi kekuasaan yang baik. Semua mereka adalah kategori ulama, orang solih yang merangkap menjadi pejabat publik dan politik selevel presiden. Dan ingat juga bahwa mereka dijamin ahli sorga. Ternyata Ke- ulama-an itu justru makin bermanfaat jika menjadi pemimpin pada sebuah entitas.
Berkuasa itu tidaklah berdosa. Tapi lari dari kekuasaanlah yang berbahaya. Karena rakyat engkau biarkan diperbudak para mafia politik dan oligarkhi dinasti.
Tidak salah jika ulama berkuasa. Bahkan buat saat ini, wajib bagi ulama yang mampu untuk maju memimpin dengan apapun caranya yang sah.
Perlu disadari, bahwa sejatinya hak terbesar berkuasa pada bangsa ini justru milik ulama.
Tentu tidak sedikitpun akan mengurangi hak konstitusi pihak- pihak lainnya. Tidak sama sekali. Tiap WNI berhak hidup dan berperan di negara ini.
Mestinya ulama- ulama yang juga selaku pejuang-pejuang tersebut di masa 1945 itu bersikeras untuk mengangkat dua orang ulama yang nasionalis untuk menjadi presiden dan wakil presiden dari sebuah negara yang mayoritas muslim ini.
Hal ini tidak sama sekali bermaksud merendahkan kepada bung Hatta dan bung karno. Tidak demikian.
Kenapa ulama- ulama dan kiyai- kiyai hebat-hebat itu rela menyerahkan komando puncak kepada yang bukan ulama ??
Padahal seperti kata Gus Baha, seorang ulama yang alim dan nasionalis dari jawa tengah itu, " Bahwa sejarah indonesia bukan cuma tentang Soekarno ".
Ini punya makna dalam sekali. Bahwa banyak elemen dan human yang juga layak jadi hero- hero lain yang nyata- nyata punya peran vital pada kemerdekaan bangsa ini. Yaitu peran ulama dan jasa para ulama !
Setelah melihat jasa para ulama yang demikian besar, maka sesuai kontribusinya itu, sepantasnya ulama yang memimpin negara ini dalam semua tingkatan. Tentu ulama yang dimaksud adalah ulama yang nasionalis. Ulama yang punya skill multi sesuai tuntutan tugasnya.
Tapi perlu disadari oleh ulama dimanapun berada, dalam dunia demokrasi tidak akan ada pihak yang memberikan kekuasaan itu kepada ulama. Hanya mereka berikan peran-peran sampingan yang non kuasa. Sebab mereka pasti takut. Karena mereka adalah bandit polituk dan mafia jahat.
Bagi ulama tipe pejuang yang berjiwa nasionalis, mesti selalu ingat bahwa kekuasaan itu harus direbut. Bukan ditunggu.
Hai ulama, Rotimu telah dicuri orang. Maka kuatkan posisimu untuk mampu merampas kembali roti itu dari tangan pencuri.
Itulah sebenar-benar ulama petarung. Mereka akan mencontoh kepada sosok Ali bin abi tolib dan Umar bin Khottob. Mereka akan menapak tilasi spirit Solahuddin al ayyubi dan Toriq bin ziyad. Ulama pejuang itu akan berjiwa-jiwa Sarif Hidayatulloh dan berwatak mental sang maestro jihad Pangeran diponegoro.
Akan halnya jasa ulama bisa dilacak sejak dari para ulama yang hidup jauh sebelum merdeka, ulama itu sudah terlibat aktiv berjuang untuk negara ini. Katakanlah perjuangan hebat dari sang mujahid ulung bernama pangeran Diponegoro, teuku Umar, imam Bonjol, terus tuangku Rao di sumbar, semuanya terbukti jadi contoh peran nyata para ulama.
Dilanjutkan lagi kepada era pasca merdeka. Yaitu agresi militer belanda ke-dua yang memaksa lahirnya Resolusi jihad untuk mengusir belanda, inggris dan Gurkha dari jawa timur pada tahun 1949 itu.
Jihad semesta Itu juga dikeluarkan dan diperankan oleh ulama. Tokohnya adalah KH. Hasyim Asyari dan kiyai Abbas Buntet dan ribuan ulama lainnya tenpo itu. Tentu didukung penuh warga surabaya dengan arek- areknya. Ditambah pula dengan agitasi berapi- api oleh orator ulung dari sang singa podium bernama Bung Tomo.
Banyak analisa alasan yang berseliweran sepanjang tujuh puluh tahunan ini. Diantara analisanya ialah karena :
1. Ulama di masa itu takut kotor jika ikut di dalam roda pemerintahan.
2. Ulama itu telah dengan halus, sistematis, dikondisikan komunitas rahasia untuk tidak bisa jadi presiden dan wakil presiden.
3. Ulama di masa itu mengambil sikap ikhlas dan berendah hati alias tawadhu'.
4. Ulama itu terbujuk rayu mulut manis ular berbisa dari oragg- orang tertentu. Bahkan sampai mau saja dibujuk untuk berbesar hati menghapus tujuh kata pada inti piagam djakarta.
5. Ulama itu sadar bahwa ilmu tata negara mereka masih kurang mumpuni untuk ikut mengelola bangsa sebesar ini.
6. Ulama itu lebih nyaman untuk kembali pulang mengelola ummat kultural di akar rumput, dan kembali menyingkir buat mengurus pesantrennya, ketimbang mengurus negara yang pastinakan banyak runyamnya.
7. Ulama dimasa itu kalah suara.
Tentu masih banyak opsi lain yabg membuat kita heran kenapa soekarno didaulat untuk jadi presiden. Kenapa bukan dari NU seperti KH. Wahid Hasyim ? Kenapa bukan tokoh dari muhammadiyah yang jadi presiden ?
Atau memang penyakit Tuna kuasa alias tidak punya keinginan untuk berkuasa itu sudah akut juga dimasa itu ?
Padahal kekuasaan itu perlu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Apa yang bisa dilakukan orang baik jika tidak berkuasa ? Paling hanha mengutuk ngutuk dan menghimbau. Yakinlah, tidak banyak perobahan dengan hanya bermidalkan himbauan dn kutukan dari mukut orang baik. Mesti punua kekuasaan.
Terbukti kemudian soekarno dianggap oleh sebagian kalangan telah salah besar dalam kasus mengobrak abrik tatanan demokrasi murni menjadi demokrasi terpimpin made in soekarno, alias sama belaka dengan watak 'diktator' kata bung Hatta.
Apalagi kasus Nasakom yang dipaksakan kepada rakyat, bahkan dengan menyebarkan buku- buku saku nasakom berikut kompanye serta propaganda besar -besaran tentang membumikan nasakom pada masa itu.
Dan tentu masih ada isu-isu lain yang krusial tentang kebijakan dan sepak terjang dari sikap politik bung karno.
Difuga oleh sebagian ulama, bahwa ada ijtihad yang keliru di masa awal kemerdekaan tersebut terkait tentang legowonya bahkan ikutmya beberapa ulama dalam agenda memuluskan sosok soekarno jadi presiden.
Sebab bangsa ini mengalami banyak masalah di kemudian hari. Bukti nyata ialah dengan dipenjarakannya banyak ulama oleh rezim orde lama di bawah kuasa bung karno. Tidak cuma itu, diduga beberapa pihak bahwa hal itu berlaku justru di bawah perintah bung karno. Benarkah ..?
Jadi ulama yang awalnya ikut mengangkat sukarno. Tapi ulama juga yang akhirnya korban dipenjarakan fan dikekang oleh soekarno.
Lihatlah pada kasus ulama internasional sekelas buya Hamka. Demikian juga ulama kharismatik kiyai isa ansori dari NU. Dan begitu juga ulama yang lain-lainnya.
Benarkah dugaan kalau beberapa ulama tempoe doeloe telah salah pilih, atau telah salah ijtihad ketika mereka itu rela membiarkan kaum sekuler ke tampuk kekuasaan di era awal kemerdekaan infonesia...??
Apakah ulama dan ummat islam masih saja bisa ditipu untuk memilih pemimpin sekuler yang nyata- nyata tidak berpihak kepada islam dan ummat islam..? []
Bersambung ke edisi dua (2)........
0 comments:
Post a Comment