Oleh : Dr. Zawil Huda, SH, MA ( Mahasiswa Doktoral di UM Sumatera Barat )
Opini, kawalbangsa com ---
Sang Koruptor 271 trilyun hanya divonis hukuman penjara ringan selama 6.5 tahun. Rakyat marah. Presiden meradang mengatakan mestinya dihukum 50 tahun penjara. Jaksa naik banding. Jubir MA membela diri. Sebuah Negeri dengan hukum yang memprihatinkan.
Kemudian masih di ruang sidang itu, sang koruptor gembira menunjukkan ekspresi berpelukan bahagia dengan orang orang terkasihnya. Senyum, haru, berpelukan cipika cipiki. Mungkin juga mereka itu tengah bersyukur. Oh tuhan. Begitu sakitnya hati kami.
Dan, yang paling memuakkannya lagi adalah, terlihatnya oknum hakim yang ikut tersenyum juga sembari menyaksikan adegan- adegan yang menyulut api membara dihati netizen, serta sangat melukai rasa keadilan 280 juta rakyat indonesia ini.
Nista. Sungguh nista. Inikah negara hukum yang dijanjikan sistem demokrasi itu ?
Inikah bukti nyata dari hukum modern yang katanya lebih memberi efek jera kepada terdakwa untuk tidak berani lagi melakukan kejahatan lagi ?
Apakah pemandangan ini tidak membuatmu makin ragu dengan hukum buatan manusia ?
Hukum islam
Dalam hukum islam pencuri dengan nilai curian sekitar 1/4 dinar atau Rp. 500.000 akan dihukum dengan potong tangan.kemudian barang yang dicurinya mesti diganti kepada korban.
Hukuman ini terbukti efektif menekan angka pencurian di negara-negara yang menerapkannya.
Dahulu dimasa nabi pada negara madinah yang melegenda itu diberlakukan hukum potong tangan ini bagi pencuri. Dan hasilnya sangat gemilang. Dalam 10 tahun hanya ada satu kasus pemcurian di seluruh negara tersebut. Salut.
Artinya hukuman potong tangan itu sangan membuat efek jera. Dan sangat mujarab untuk memberantas tindak kriminal pencurian.
Korupsi itu sebenarnya sama dengan memcuri. Hanya bahasanya diperhalus saja. Karena halusnya, maka rakyat sering nenganggap korupsi itu seakan sedikit lebih mulia dan terhormat dari kerja begal, copet dan jambret.
Padahal dosa korupsi itu lebih besar. Dan dampak kejahatannya juga lebih luas. Karena uang yang dikorupsi itu adalah milik 280 juta orang rakyat nkri.
Bagaimana mintak izinnya agar halal dan maaf ?
Apakah semua rakyat akan memaafkannya sekalipun koruptor itu mintak maaf lewat media ?
Tapi karena namanya dihaluskan jadi koruptor, maka otomatis dia jadi tidak begitu merasa ter hina. Mestinya koruptor itu dinamai dengan pencuri besar dan sebagainya. Agar dari sebutannya saja sudah terdengar sangat jahat dan sangat hina. Agar orang orang melihatnya sebagai kejahatan murni.
Hukum moden
Manusia dengan kesombongannya merasa lebih pandai untuk membuat hukum sendiri. Sehingga pencuri hanya dipenjara saja. Dan sering korbannya tidak dapat ganti rugi dari hartanya yang telah dicuri. Tentu sangat tidak puas dan tidak memenuhi rasa adil.
Contoh terbaru sadus korupsi timah itu yang mencapai 271 trilyun. Hanya dihukum ringan dibawah tuntutan jaksa. Dan uangnya tidak dikembalikan semua kepada negara.
Jika dihitung, Rp. 271 trilyun itu cukup untuk menggratiskan pendidikan dari tingkat taman kanak kanak sampai program doktor bagi semua anak indonesia setahun.
Dan lagi 271 trilyun itu sangan cukup untuk menggratiskan listrik dan kesehatan warga indinesia setahun.
Namun hukum modern hannya memvonis enam tahun. Sungguh omong kosong hukum modern itu ya begini.
Benci terhadap hukum islam
Mesipun bukan menukar negara indinesia menjafi hegara uslam seperti saudi arabia dan qatar, tapi tidak salah jika sebagian hukum pidananya kita adopsi. Seperti hukum potong tangan bagi kotuptor. Bahkan pada titik tertentu koruptor itu boleh dihukum mati. Seperti pada saat darurat bencana tapi masih korupsi misalnya. Maka hukum mati saja.
Jika indinesia menerapkan hukum mati bagi para koruptor maksimal 10 juta misalnya. Dan dibawah 19 juta dihukum minimal 20 tahun penjara. Dijamin negara ini akan bersih dari korupsi. Dan rakyat akan sejahtera semakmur- makmurnya. Bisa Mengalahkan Brunai dan inggris, serta jerman dan finlandia. Insya Alloh bisa makmur sejahtera.
Hukum kita juga perlu direstorasi. Bukan cuma budaya hukumnya. Tapi juga perundang undangannya. Ini juga bisa merupakan ecek UU Omnibus low. Benarkah ? []
0 comments:
Post a Comment