Menumbuhkan Kemandirian dengan Menahan Diri dari Kunjungan Berlebihan. Oleh : Jumadia Selian ( Kepsek SMA IT ABI Center dan Mahasiswa S3 Prog. Studi Islam UM Sumatera Barat )

Opini, kawalbangsa.com ----
Dalam dunia pendidikan pesantren, ada fenomena yang sering kita jumpai, yaitu kebiasaan orang tua atau wali santri yang terlalu sering mengunjungi anak-anak mereka. Seringnya kunjungan atau "mudif" ini memang didasari oleh rasa cinta, khawatir, dan keinginan untuk memastikan bahwa anak-anak mereka dalam kondisi baik. 

Namun, terlalu sering mengunjungi santri sebenarnya bisa membawa dampak negatif terhadap perkembangan mental dan spiritual mereka. Seperti pernyataan oleh KH. Hasan Abdul Sahal, Pimpinan Ponpes Darussalam Gontor. Fenomena ini ibarat menyuntikkan terlalu banyak gula ke dalam tubuh yang awalnya manis, namun lambat laun bisa berujung pada "penyakit" kejiwaan. 

Kita ibaratkan kondisi ini sebagai “Obesitas Kejiwaan” yang membuat santri tidak mandiri. Mereka menjadi ketergantungan pada orang tua atau wali, kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kekuatan batin, disiplin, dan kemampuan menghadapi kesulitan.

 Pada akhirnya, mereka bisa terkena penyakit “Diabetesoul,” yakni penyakit batin yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menghadapi realitas kehidupan secara mandiri.

Pendidikan dalam Islam: Menumbuhkan Kemandirian
Tujuan utama memasukkan anak ke pesantren adalah agar mereka dididik, ditempa, dan dibentuk menjadi pribadi yang kuat dan mandiri, sebagaimana sabda Rasulullah ï·º yang mendorong kemandirian:

> "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, namun pada keduanya terdapat kebaikan."
> *(HR. Muslim no. 2664)*

Kuat yang dimaksud dalam hadits ini tentu mencakup kekuatan fisik, mental, dan spiritual. Seorang santri yang terus-menerus "disuapi" dengan kunjungan dan perhatian yang berlebihan dari orang tua akan kehilangan kesempatan untuk menguatkan jiwanya. Mereka tidak akan siap menghadapi tantangan hidup, karena terbiasa mendapatkan kenyamanan dari luar, bukan dari dalam diri mereka sendiri.

Allah juga menegaskan pentingnya usaha dan kerja keras dalam membentuk diri:

> "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." 
> (QS. Ar-Ra’d: 11)

Santri perlu belajar mengubah diri mereka melalui pendidikan dan pengalaman di pondok pesantren, Mereka perlu belajar menghadapi tantangan, menangis, dan merasakan kesulitan sebagai bagian dari proses pendidikan. Air mata yang mereka teteskan adalah seperti air hujan yang menyuburkan pepohonan. Kesulitan dan masalah yang mereka hadapi di pondok adalah "pupuk" yang menumbuhkan kekuatan dan kedewasaan batin.

Kita bisa belajar dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail,
Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail memberikan pelajaran tentang pentingnya kemandirian dan keteguhan dalam menjalani ujian hidup. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail, apa yang terjadi? Ismail, meski masih muda, menerima perintah tersebut dengan penuh ketaatan dan keberanian. Ia tidak lari dari ujian, tetapi justru menghadapi dengan jiwa yang tegar:

Ismail tidak meminta belas kasihan atau perlindungan dari orang tuanya, tetapi ia menunjukkan kemandirian dan keimanan yang kuat. Ini adalah contoh dari pendidikan Islam yang menekankan pentingnya pembentukan karakter yang kuat dan mandiri.

Cobala Menahan Diri untuk Tidak Terlalu Sering Mengunjungi.
Sebagai orang tua, tentu kita ingin mengetahui kondisi anak dan memberikan dukungan. Namun, terkadang, bentuk kasih sayang terbaik adalah dengan "menahan diri". Biarkan mereka menangis dan menghadapi masalah-masalah kecil yang ada di pondok. Hal ini akan membantu mereka tumbuh dan berkembang.

Sebagai orang tua, kita harus bersabar dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak kita. Untuk memberi mereka nutrisi tambahan, cukup kirimkan doa dan materi dukungan. Jangan menjadikan mereka generasi yang "bermental kerupuk", yaitu generasi yang mudah tersinggung dan mudah rapuh yang tidak semangat menghadapi tantangan hidup.

Sebagai penutup, tujuan utama memasukkan anak ke pondok pesantren adalah agar mereka dididik dan ditempa menjadi pribadi yang kuat, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

 Terlalu sering mengunjungi santri di pondok bisa mengganggu proses kegiatan yg berlangsung ini, karena mereka menjadi terlalu bergantung pada orang tua. Biarkan air mata mereka menjadi air hujan yang menyuburkan kekuatan jiwa, dan biarkan masalah yang mereka hadapi menjadi pupuk yang memperkuat batin mereka.

Ingatlah, kita sebagai orang tua cukup mengirimkan doa dan dukungan materi yang mereka butuhkan. Mereka adalah santri, bukan generasi yang bermental kerupuk. []

Editor : Zawil Huda 

Post a Comment

Previous Post Next Post