ANALISIS YURIDIS PERUBAHAN STATUS PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA PARUH WAKTU MENJADI PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA. Oleh : YondrizalMahasiswa S3 Prodi Studi IslamProgram PascasarjanaUniversitas Muhammadiyah Sumatera Barat

ANALISIS YURIDIS PERUBAHAN STATUS PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA PARUH WAKTU MENJADI PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

Oleh :
Yondrizal
(Mahasiswa S3 Prodi Studi Islam
Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)


Artikel,kawalbangsa.com --- Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. 

PPPK termasuk dalam kategori Aparatur Sipil Negara (ASN), bersama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah solusi bagi para tenaga kerja profesional yang ingin bekaris di sektor pemerintahan tanpa harus mengikuti proses menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sistem ini juga menjadi alternatif bagi pemerintah untuk merekrut aparatur, tanpa memberikan beban keuangan jangka panjang seperti tunjangan pensiun.

Kebijakan mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengalami perkembangan signifikan, termasuk mengenai penerapan PPPK paruh waktu, ditandai dengan terbitnya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2025 Tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Paruh Waktu.

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu. Dalam implementasinya, terdapat istilah PPPK Paruh Waktu, yang merujuk pada pegawai dengan masa kerja yang lebih fleksibel dibandingkan PPPK. 

Namun, dinamika kebijakan ketenagakerjaan di sektor pemerintahan mengharuskan adanya regulasi yang lebih jelas mengenai perubahan status dari PPPK Paruh Waktu menjadi PPPK.
Perubahan status ini membawa implikasi hukum, administratif, dan keuangan yang signifikan baik bagi pemerintah pegawai yang terlibat.

 Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis yuridis guna mengevaluasi aspek hukum yang mengatur peralihan status ini, serta memahami dampaknya terhadap hak dan kewajiban pegawai tersebut.

Perubahan status PPPK Paruh Waktu menjadi PPPK harus mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.

 Selain itu, sejumlah regulasi regulasi turunan juga mengatur mekanisme seleksi, kontrak, dan hak pegawai, termasuk kemungkinan perubahan untuk melakukan perubahan status. Berdasarkan ketentuan yang ada, status PPPK ditentukan berdasarkan kebutuhan instansi dan ketersediaan anggaran. Oleh karena itu, perubahan status dari PPPK Paruh Waktu menjadi PPPK harus didasarkan pada regulasi yang berlaku serta melalui mekanisme yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi Republik Indonesia dalam Diktum kedua puluh delapan dijelaskan bahwa ‘’Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mengusulkan pengangkatan PPPK paruh Waktu menjadi PPPK berdasarkan pertimbangan ketersediaan anggaran dan hasil penilaian/evaluasi kinerja’’. 

Dengan demikian jelas dan terang bahwa PPK dapat mengusulkan PPPK Paruh Waktu untuk dianggkat menjadi PPPK, dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Artinya PPPK Paruh Waktu dapat diangkat menjadi PPPK.

Perubahan status PPPK Paruh waktu menjadi PPPK biasanya melalui beberapa tahapan. Proses ini dimulai dengan evaluasi kebutuhan pegawai oleh instansi terkait, dilanjutkan dengan penilaian kinerja dan kompetensi pegawai. 

Selanjutnya, instansi harus mengajukan permohonan perubahan status ke pihak yang berwenang. Selain itu, diperlukan persetujuan yang didasarkan pada mekanisme seleksi atau kebijakan internal instansi. Terakhir, juga harus dilakukan penetapan perjanjian kerja baru yang mencakup durasi dan hak yang lebih luas dibandingkan PPPK Paruh Waktu.

Perubahan status ini tentu akan membawa implikasi yang signifikan, baik dari segi hukum maupun administratif. Ada tiga aspek utama yang menjadi fokus perhatian. 

Pertama, mengani hak dan kewajiban pegawai. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan mendapatkan hak dan tunjangan yang lebih komprehensif dibandingkan PPPK Paruh Waktu. Ini termasuk manfaat jaminan sosial, cuti, dan tunjangan kinerja. Kedua, terkait tanggung jawab pemerintah.

 Pemerintah harus menyiapkan anggaran tambahan untuk membiayai gaji, tunjangan, serta hak-hak lain yang menjadi bagian dari PPPK. Ketiga, keberlanjutan kontrak. Dengan status PPPK, ada kemungkinan perpanjangan kontrak untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga memberikan jaminan kerja bagi pegawai.

Selain itu, peluang bagi PPPK Paruh Waktu untuk beralih status menjadi PPPK dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama kebutuhan instansi. 

Apabila suatu instansi menghadapi  kebutuhan mendesak akan tenaga kerja penuh waktu, maka peluang untuk mengangkat PPPK Paruh Waktu untuk diangkat menjadi PPPK akan semakin besar. 

Selanjutnya, evaluasi kinerja juga memainkan peranan penting. Kinerja individu PPPK Paruh Waktu dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam proses pengangkatan tersebut. 

 Selain itu, ketersediaan anggaran dari pemerintah turut menentukan sejauh mana perluang peralihan status ini dapat terjadi. Jika pemerintah memiliki kemampuan untuk menyediakan anggaran bagi PPPK, kemungkinan pengangkatan PPPK Paruh Waktu menjadi PPPK akan semakin terbuka.

 Terakhir, kebijakan kepegawaian juga berpengaruh. Jika ada regulasi atau kebijakan baru yang memfasilitasi konversi dari PPPK Paruh Waktu ke PPPK, maka peluang untuk itu akan semakin besar.

Perubahan status dari PPPK Paruh Waktu menjadi PPPK merupakan permasalahan penting dalam pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia. 

Meskipun regulasi yang ada telah memberikan dasar hukum untuk perubahan ini, masih diperlukan mekanisme yang jelas agar tidak timbul ketidakpastian hukum dan administratif.

 Oleh karena itu, pemerintah perlu merUMUSKAN kebijakan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan perubahan status ini, SEHINGGA dapat memberikan manfaat maksimal bagi para pegawai dan instansi terkait. []

Diedit, Zawil Huda 

Post a Comment

Previous Post Next Post